TOP NEWS

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Maecenas mattis nisi felis, vel ullamcorper dolor. Integer iaculis nisi id nisl porta vestibulum.

Rabu, 05 Desember 2012

Profil Arsitek : Ridwan Kamil




Ridwan Kamil masih terbilang muda. Ia lahir di Bandung pada 4 Oktober 1971. Namun, prestasi dan karyanya membuat banyak orang berdecak kagum. Ridwan telah mengarsiteki sejumlah proyek besar di mancanegara, seperti di Singapura, Thailand, Vietnam, Cina, Hong Kong, Bahrain dan Uni Emirat Arab.

Contoh karyanya adalah Marina Bay Waterfront Master Plan di Singapura, Suktohai Urban Resort Master Plan di Bangkok dan Ras Al Kaimah Waterfront Master di Qatar-UEA.

Di Tanah Air, karyanya pun sudah terukir. Sejumlah proyek berkelas ditanganinya. Antara lain, Superblok Rasuna Epicentrum di Kuningan seluas 12 hektare, yang meliputi Bakrie Tower, Epicentrum Walk, perkantoran, ritel dan waterfront.

Sebelumnya, melalui Urbane Indonesia (perusahaan penyedia jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain miliknya), ia telah menggarap Menara I Universitas Tarumanagara, Al-Azhar International School di Kota Baru Parahyangan (Bandung), Grand Wisata Community Club House di Bekasi, Pupuk Kaltim IT Centre di Balikpapan, dan ANTV Mixed Used Centre milik PT Bakrie Swasakti Utama di Jakarta.

Urbane pernah mendapatkan BCI Asia Top 10 Award untuk kategori Rancangan Bangunan Bisnis. Kemudian, Urbane juga menjadi juara dalam merancang Museum Tsunami di Aceh. Ia sendiri mendapatkan penghargaan International Young Creative Entrepreneur of the Year dari British Council pada 2006. Bahkan, rumahnya yang sebagian dindingnya terbuat dari susunan botol meraih penghargaan Green Design Award di tingkat Asia dari BCI.

Tentu saja penggarapan karyanya butuh ide kreatif. Sarjana arsitektur lulusan Institut Teknologi Bandung ini malah meyakini arsitek itu tak berbeda dari seniman. Sebab, butuh inspirasi, ilham dan ide-ide segar sebelum berkarya.

Lantas, bagaimana ia menelurkan ide-ide kreatif yang menjadi kebutuhan vital bagi profesinya itu? Rupanya ia tak sekadar menunggu datangnya ilham. Sejumlah upaya khusus dilakukannya.

Pertama adalah membaca. Ia melihat perkembangan dunia arsitektur kadangkala dipicu provokasi dunia kampus. Dari sana lahirlah teori-teori baru yang umumnya kurang dipahami orang awam. Namun, baginya hal ini bisa dibuat mudah, yaitu teori tersebut ditransformasikan menjadi sesuatu yang bisa dibangun.

Sebagai arsitek, ia tak hanya berkutat dengan bidang ilmu arsitek. Ia kerap meminjam teori-teori lain, seperti filsafat dan sastra, untuk memperkaya karyanya. Ia melihat arsitektur mengikuti pergerakan peradaban. Intinya, “Semakin rajin membaca, melihat perubahan paradigma dunia, maka kita akan semakin memahami perubahan arsitektur,” kata lelaki yang akrab disapa Emil ini.

Upaya lain yang dilakukannya adalah melakukan jalan-jalan atau traveling. Diungkapkannya, ia sering mendapatkan inspirasi baru dari traveling. Alasannya, dari berjalan-jalan ini ia bisa menemukan gaya-gaya arsitektur baru. Dari sini ia bisa membandingkan karya yang satu dengan karya yang lain. Dan, dari sini biasanya ia mendapat inspirasi baru.

Hal ketiga yang tak boleh dilewatkan adalah mencermati sekeliling. “Saya pernah dapat ide dari botol parfum,” kata Ridwan. Botol parfum mampu menginspirasinya membuat sebuah karya arsitektur. Ia melihat ada kemiripan antara botol parfum dan arsitektur.

Ridwan mengaku membutuhkan suasana rileks sebelum menghasilkan ide-ide cemerlang. Sebaliknya, jika ada tekanan, hal itu seperti mimpi buruk bagi orang kreatif. “Orang kreatif kalau under pressure, idenya sering tidak maksimal,” ujarnya.

Hal ini pula yang menjadi alasan mengapa dirinya lebih memilih berkantor di Bandung ketimbang di Jakarta. “Kalau orang kreatif bisa lebih rileks dan banyak merenung, dia malah akan lebih produktif,” ujarnya. Dan terbukti, kantor yang ada di Bandung sering mendapatkan penghargaan.

“Ada 20 penghargaan yang sudah diterima kantor saya,” katanya bangga. Ia mencermati kebanyakan arsitek lebih menyukai suasana Ubud ketimbang Kuta saat ada di Bali. Alasannya sama, “Di sana tenang. Orang kreatif butuh itu untuk mendapatkan inspirasi.”

Hal ini tak hanya dilakukan Ridwan. Ia juga menularkan cara serupa kepada karyawan kantornya. Bahkan, model inilah yang dijadikan budaya di perusahaannya.

Untuk ini, ia berani mengeluarkan uang lebih demi memunculkan kreativitas timnya. “Saya investasi kreativitas dengan mengajak mereka jalan-jalan,” ujarnya. Tak tanggung-tanggung, sekali setahun karyawannya diajak jalan-jalan ke luar negeri. Tujuannya, kondisi karyawan lebih sehat dan pikiran mereka segar. “Seluruh karyawan pernah saya ajak ke Thailand, Vietnam, Malaysia dan Brunei. Dan itu dibiayai kantor.”

Namun, untuk tim yang lebih khusus — tim yang langsung bekerja dengannya — ia punya perlakuan yang lebih spesial, yaitu jalan-jalan ke Eropa. Itu berlangsung dua kali setahun. “Selalu setelah jalan-jalan mereka lebih kreatif,” katanya. “Managing creative people memang tidak mudah,” Ridwan mengakui.

Tantangan yang sering dirasakannya, ia tidak bisa memastikan kapan kreativitas seseorang muncul. “Pernah kami butuh ide-ide kreatif karyawan saat pagi. Ternyata ide kreatifnya keluar pukul 6 sore. Ya kami bisa apa? Memang begitulah kreativitas itu muncul,” ujarnya sembari mengangkat bahu.

Ia mencontohkan dirinya. Ia mengaku sering mendapat ide saat malam. Kalau pagi, banyak kendala seperti urusan administrasi. “Kalau lepas Maghrib kan tenang,” ungkapnya.

Namun, Ridwan mengaku lebih sering mendapat ide saat mandi. “Kalau kepala saya kena air dari shower, itu baru segar. Dan ide-ide berdatangan,” katanya, seraya menjelaskan bahwa kemenangannya di sejumlah sayembara sering terinspirasi ketika di kamar mandi.

Karena itu, Ridwan merasa perlu mendesain khusus kamar mandi di rumahnya. “Desainnya natural. Hampir semua dari kayu,” katanya. Bahkan, saking senangnya mendapat guyuran air, Ridwan menciptakan hujan buatan di kamar mandi.

“Jadi saya desain sedemikian rupa, supaya seperti air hujan di kamar mandi,” ujarnya. Tidak itu saja, lantai kamar mandi juga dibuat bergoyang layaknya jembatan. “Biar saya lebih kreatif,” ujar ayah Emmeril Khan Mumtadz (10 tahun) dan Cammilia Laetitia Azzahra (5 tahun) ini.

Lalu, bagaimana caranya menjual ide? Ridwan mengaku punya cara sendiri. Diungkapkannya, menjual sebuah ide ditentukan latar belakang calon klien. Misalnya, klien yang berlatar belakang pendidikan biasa-biasa saja, jarang traveling, biasanya kurang memiliki wawasan.

“Maka klien itu akan cenderung mendikte kita berdasar pada yang dia tahu saja. Padahal, di luar sana sudah berkembang pesat,” ujarnya. Nah, ia punya cara untuk menyiasati ini. Ia selalu mengajak kliennya “berkeliling” dunia.

Ini istilah Ridwan untuk menampilkan slide show foto-foto arsitektur di dunia. “Begini lho arsitektur di Dubai, Cina, Eropa, dan negara lainnya. Nah, baru setelah itu mereka bisa menerima ide kreatif kami.”

Ridwan mengungkapkan bahwa ia menerapkan sejumlah strategi dalam melayani klien.

Pertama, visioning service. Di sini ia tidak hanya menyediakan desain, tetapi juga memberi masukan bagi pengembangan bisnis klien dari sisi rancang bangun.

Kedua, memberi layanan master plan. Di sini ia tidak hanya menawarkan desain bangunan, tetapi juga pengembangan kawasan.

Berikutnya, kesinambungan teori dan praktik. Itulah sebabnya, sejumlah desainer seniornya merupakan dosen perguruan tinggi.

Terakhir, ia sendiri aktif mengikuti sayembara guna membuktikan kreativitasnya. Begitu pula yang ia minta dari karyawannya.

Ridwan menyadari antara tuntutan bisnis dan ide kreatif terkadang bertentangan. Apalagi, di dunia arsitektur. Pembangunan arsitektur di Indonesia banyak menemui kendala biaya. Berbeda dari negara maju yang bisa membayar mahal teknologi dan kreativitas.

Untuk menyiasati hal ini, ia kadang terpaksa menurunkan kadar kreativitasnya. “Memang sakit hati karena ide kreativitas saya tidak tersalurkan karena harus disesuaikan dengan affordability di Indonesia,” ujarnya. Ya, dunia memang tidak benar-benar bundar.



Urbane Indonesia

Jl. Sumur Bandung 20

Bandung 40132

Telp : (022) 250 0453

Faksimile : (022) 250 4253

Website : www.urbane.co.id

Email : urbane@cbn.net.id



Testimonial :

Hiramsyah S. Thayib, direktur utama PT Bakrieland Development Tbk.

Karya Emil cukup kreatif dan inovatif serta memiliki kemampuan untuk menerjemahkan visi dan misi dari kliennya. Emil mampu memadukan antara good architect dan good business sehingga bisa mengakomodasi keinginan dari kliennya. Selain memberikan value added terhadap lingkungan, juga memberikan keuntungan dari sisi komersial.




Rule of succes ala Emil :

1. Sukses tak selalu diidentikkan harus berada di Jakarta sebagai pusat perekonomian negara. Emil bersama Urbane membuktikan dengan meraih Top Ten Architecture Business Award dari BCI Indonesia selama dua tahun berturut-turut dan satu-satunya firma arsitektur yang berasal dari Bandung.

2. Sukses tak selalu identik sebagai fully professional. Emil pun berhasil menyeimbangkan antara sebagai seorang praktisi arsitektur dan seorang akademisi.

3. Sukses tak selalu identik dengan perusahaan berkaryawan banyak. Urbane hanya memiliki 30 orang staf. Menurut Emil, perusahaannya mengedepankan kualitas yang tidak melulu diukur dari ukuran kapasitas karyawannya.

4. Memenangkan persaingan pasar dengan visioning service yaitu kombinasi antara good design models dan kreativitas, sehingga Emil tak hanya sebagai tukang rancang bangun saja.

5. Menebarkan jejaring hingga level global. Terbukti pendapatan Urbane Indonesia sebanyak 20% ditopang dari proyek luar negeri.



Profil :

M. Ridwan Kamil

Tempat, tanggal lahir : Bandung, 4 Oktober 1971

Status : Menikah, dikaruniai seorang putra dan putri


Jabatan :

- Prinsipal PT Urbane Indonesia

- Dosen Jurusan Teknik Arsitektur – Institut Teknologi Bandung

- Senior Urban Design Consultant – SOM, EDAW (Hongkong & San Fransisco), SAA (Singapura)

Pendidikan :

- Teknik Arsitektur, Institut Teknologi Bandung

- Master of Urban Design, College of Environmental Design, University of California – Berkeley, AS

Awards yang diraih :

2009 : – Architect of The Year dari Elle Décor Magazine.

- Top Ten Architecture Business Award dari BCI Indonesia

2008 : – Top Ten Architecture Business Award dari BCI Indonesia

2007 : Winner of International Design Competition for Aceh Tsunami Museum

2006 : Winner International Young Design Entrepreneur of The Year versi British Council Indonesia

2005 : – Winner of International Design Competition – Waterfront Retail Masterplan, Suzhou, RRC

- Winner of International Design Competition – Kunming Tech Park, Kunming, RRC

2004 : Winner of International Design competition – Islamic Center, Beijing, RRC
Sumber: SWAsembada, Kompas,
03.13 Diposting oleh Unknown 1

Jumat, 26 Oktober 2012

Gaya arsitektur "Art Deco" yang marak Di Kota bandung






Gaya arsitektur "Art Deco" yang marak Di Kota bandung

Bandung sempat dijuluki sebagai kota yang menjadi laboratorium arsitektur dunia. Hal tersebut dilandasi dengan banyaknya aliran arsitektur dunia yang tampak pada bangunan-bangunan yang ada di kota ini. Mulai dari aliran indische empire stijl hingga aliran art deco yang masih dikenal di Bandung hingga saat ini.

Semua ini, berawal dari rencana pemindahan ibu kota Hindia Belanda oleh Gubernur Jenderal J.P. de Graaf van Limburg Stirum dari Batavia ke Bandung pada tahun 1915. Bandung dianggap lebih nyaman untuk ditinggali, terlebih sejak seorang ahli kesehatan H. F. Tillema memaparkan makalah yang menyebutkan tentang buruknya sanitasi di kota-kota pantai. Ia juga menyebutkan kalau kelembaban yang tinggi serta suhu yang panas di kota-kota tersebut tidak cocok bagi warga Eropa.

“Sejak itu, Belanda mendatangkan banyak arsitek andal dari negaranya untuk membangun dan menata Bandung”, ungkap dosen arsitektur ITB, Dr. Dibyo Hartono. Awalnya, mereka membangun pusat militer yang dikonsentrasikan di pusat kota Bandung dan Cimahi. Selanjutnya, dibangun pula pusat pemerintahan yang ditandai dengan pendirian Gedung Sate pada tahun 1920 dan rampung empat tahun kemudian.

Belanda juga memikirkan sarana rekreasi untuk masyarakat. Oleh karena itu, mereka juga turut membangun tempat pemandian umum, bioskop, hotel, dan taman-taman kota. Kompleks perumahan untuk para pegawai pemerintahan baru dibangun setelahnya dan berlokasi tak jauh dari Gedung Sate.

Arsitek-arsitek yang berkarya di Bandung terpengaruh dengan gaya arsitektur yang tengah populer di Eropa saat itu. Ialah gaya art deco yang mereka usung dan kemudian diterapkan pada bentuk bangunan yang didirikan.

Istilah art deco sendiri baru dikenal di dunia arsitektur pada tahun 1966, saat digelar pameran bertema Les Annes di Paris. Gaya art deco diidentikkan dengan ragam bangunan yang menyertakan dekorasi khusus.

“Dekorasi bisa berupa kaca patri, warna cat, ornamen bentuk, hingga benda-benda yang mewakili kebudayaan Indonesia”, tutur Dibyo yang juga salah seorang penggiat Bandung Heritage. Pada dasarnya, art deco yang merupakan bagian dari gaya arsitektur modern lebih terbuka dengan perpaduan berbagai bentuk maupun gaya. Terlebih saat zaman makin modern, muncul pendapat yang menyatakan “ornament is a crime”. Dengan demikian, ornamen menjadi lebih sederhana dan disajikan dalam bentuk berupa pola zig-zag, geometris, atau berlapis-lapis.

Salah satu contoh yang bisa dinikmati hingga kini tampak pada bangunan Landmark di Jalan Braga dan bekas bioskop Majestic, yang kini menjadi Asia Africa Culture Center.

Landmark

Bioskop Majestic (Sekarang jadi New Majestic)

Di kedua bangunan tersebut tampak ornamen Batara Kala yang diambil dari sebuah candi Hindu di Bali.
Langgam art deco di Bandung dipopulerkan oleh Prof. Ir. Charles Proper Wolff Schoemaker dan Albert Frederik Aalbers. Karya Aalbers yang masih ada saat ini di antaranya Hotel Savoy Homann dan Vila Tiga Warna di Jalan Ir. H. Djuanda, kini dialihfungsikan menjadi sebuah bank.

Hotel savoy homann

Vila Tiga Warna 

Bisa jadi Savoy Homann menjadi karya Aalbers yang paling populer di Bandung. Hotel Homann yang pertama kali dibangun 1880 ini didesain ulang Aalbers tahun 1939. Gaya art deco di Homann dicirikan dengan dekorasi garis lurus yang tumbuh dari struktur horizontal dan vertikal beton, dikenal dengan streamline deco.

Pola ramping horizontal pada balkon yang fungsional tanpa ornamen berlebihan menunjukkan keindahan terpancar dari fungsi sesuai dengan prinsip arsitektur modern. Di bagian lobi, terdapat pula ornamen tambahan berupa ukiran dan relief yang mencerminkan ciri khas Indonesia.

Gedung lain yang bergaya art deco merupakan karya Wolff Schoemaker. Salah satunya adalah Hotel Preanger yang dirancang bersama muridnya Ir. Soekarno. Awalnya, hotel ini berupa guest house bergaya indische empire stijl yang dibangun pada tahun 1889 untuk para tuan tanah yang berkunjung ke Bandung. Kemudian, hotel ini direkonstruksi Prof. C.P. Wolff Schoemaker pada 1928.

Hotel Preanger 

Komposisi massa gedung bertingkat-tingkat dengan pola asimetris, dilengkapi menara pada bagian tengah yang dibuat tidak terlalu tinggi, tetapi sangat kaya dengan unsur dekoratif. Menara ini menjadi pusat perhatian yang sangat menarik dengan banyaknya ornamen berpola geometris, zig-zag, abstrak, dan berlapis-lapis pada bagian puncak dan sisi-sisinya. Pola zig-zag bersiku dan bentuk geometris lainnya yang diduga diadopsi dari budaya suku Maya dan Inca Indian diterapkan juga untuk desain kaca patri.

Bank BJB merupakan bangunan karya Schoemaker lainnya yang bergaya art deco. Gedung ini dibangun tahun 1915 dengan bentuk kurva linier yang dinamis dan dilengkapi dengan menara seperti yang ada di Hotel Homann. Pola horizontal ramping yang berlapis-lapis pada bukaan atas terlihat lugas tanpa banyak unsur dekoratif lainnya.

Vila Isola yang berlokasi di Jalan Setiabudhi juga merupakan bangunan bergaya art deco buatan Schoemaker. Desain konsep dasar bangunan diinspirasi dari bentuk candi Hindu dan didominasi dinding lengkung. Bentuknya serbasimetris dan dibuat banyak jendela untuk melihat pemandangan. Jendela ke arah selatan menyuguhkan pemandangan Kota Bandung, sedangkan ke arah utara menampakkan keindahan Gunung Tangkubanparahu. (Novianti Nurulliah/Riesty Yusnilaningsih/Windy Eka Pramudya)

Sumber: Harian Pikiran Rakyat, 5 Maret 2008
13.02 Diposting oleh Arsitenas-12 0

Kamis, 25 Oktober 2012

AutoCAD 2004 Full Version + Crack







Untuk pertama kali saya akan memposting suatu Aplikasi yang bernama AutoCAD 2004 Full Version, kita ketahui bahwa Aplikasi AutoCAD adalah perangkat lunak komputer CAD untuk menggambar 2 dimensi dan 3 dimensi yang dikembangkan oleh Autodesk.


Hingga saat ini AutoCAD adalah salah satu software CAD yang paling banyak digunakan di Dunia oleh insinyur sipil, land developers, arsitek, insinyur mesin, desainer interior dan lain-lain,
Dan Software AutoCAD juga sangat penting untuk pembuatan gambar kerja dalam proyek konstruksi gedung maupun infrastruktur.




harga software ini mencapai jutaan rupiah, tetapi saya berikan secara gratis untuk sobat blogger semua.. 
bagi anda yang ingin menggunakan Aplikasi ini , dan saya telah menyediakan linknya untuk anda download secara gratis di bawah ini.





13.26 Diposting oleh Arsitenas-12 2

PENGERTIAN ARSITEKTUR DAN ARSITEK



PENGERTIAN ARSITEKTUR DAN ARSITEK

Arsitektur adalah ilmu dan seni perencanaan dan perancangan lingkungan binaan (artefak), mulai dari lingkup makro—seperti perencaan dan perancangan kota, kawasan, lingkungan, dan lansekap—hingga lingkup mikro—seperti perencanaan dan perancangan bangunan, interior, perabot, dan produk. Dalam arti yang sempit, arsitektur sering kali diartikan sebagai ilmu dan seni perencanaan dan perancangan bangunan. Dalam pengertian lain, istilah “arsitektur” sering juga dipergunakan untuk menggantikan istilah “hasil-hasil proses perancangan”.

Jika ilmu dan seni perencanaan dan perancangan lingkungan binaan (artefak) dinamai “arsitektur”, orang yang mempunyai keahlian dan berkecimpung di dalam bidang tersebut dinamai “arsitek”. Jadi, arsitek adalah orang yang mempunyai keahlian dan berkecimpung di dalam ilmu dan seni perencanaan dan perancangan lingkungan binaan (artefak)—seperti perencanaan dan perancangan kota, kawasan, lingkungan, lansekap, bangunan, interior, perabot, dan produk.

SEKILAS SEJARAH ISTILAH DAN PENDIDIKAN ARSITEKTUR

Istilah “arsitektur” mulai diperkenalkan pada sekitar abad I sebelum masehi. Marcus Vitruvius Pollio (88 SM – 26 SM), yang kemudian dijuluki sebagai “Bapak Arsitektur”, memperkenalkan istilah “arsitektur” melalui bukunya yang berjudul De Architectura. Namun, pada dasarnya, sejak generasi pertamanya manusia sudah berarsitektur, dalam batas pengertian bahwa arsitektur berkaitan dengan perencanaan dan perancangan lingkungan binaan. Jejak-jejak peninggalan arsitektur dari masa lampau, yang dapat dilacak pada saat ini, menunjukkan bahwa umat manusia telah berarsitektur (menghasilkan lingkungan binaan) sejak ribuan tahun sebelum masa kehidupan Vitruvius, ditandai dengan banyaknya artefak yang berasal dari masa-masa sebelum kehidupan Vitruvius—antara lain berupa hasil-hasil karya arsitektur suku Maya, Toltec, Aztec, Inca, Cina, Jepang, India, Mesopotamia, dan Mesir.

Sebagai suatu bidang karya, sampai dengan abad 19, arsitektur masih belum dipisahkan secara tegas dari berbagai bidang lainnya. Tokoh-tokoh perencana dan perancang lingkungan binaan—seperti Michelangelo—dapat berperan sebagai arsitek, pelukis, pemahat/pematung, konstruktor. Pada perkembangan kemudian, bidang engineering dan arsitektur mulai dipisahkan dari bidang lainnya. Pada 1880-an terjadi pemisahan keahlian bidang arsitektur—dengan lingkup penekanan pada aspek bentuk, ruang, dan fungsi—dengan keahlian bidang engineering—dengan lingkup penekanan pada aspek struktur dan konstruksi dalam perhitungan dan pelaksanaan pembangunan. Di Indonesia, pendidikan keahlian arsitektur mulai mandiri sejak awal dekade 1950, ditandai dengan berdirinya Jurusan Arsitektur pada Institut Teknologi Bandung.

ARSITEKTUR SEBAGAI ILMU DAN SENI
Sebagai suatu seni, arsitektur tidak dapat dilepaskan dari berbagai kaidah seni. Prinsip-prinsip keindahan yang juga merupakan kaidah dasar di dalam bidang seni lainnya—seperti kesatuan, keseimbangan, keserasian, irama—juga dipergunakan sebagai kaidah dasar di dalam arsitektur. Perwujudan arsitektur merupakan hasil manifestasi nilai-nilai seni. Itu sebabnya, pada sebagian perguruan tinggi di mancanegara, arsitektur dikelompokkan ke dalam fakultas seni atau sejenisnya.

Berbeda dengan bidang seni rupa atau seni lainnya yang dikelompokkan ke dalam seni murni (pure art), arsitektur dikelompokkan pada ‘seni terpakai’ (applied art). Pengelompokan arsitektur ke dalam ‘seni terpakai’ ini tidak dimaksudkan untuk mengartikan bahwa seni lainnya bukanlah seni yang tidak terpakai atau seni yang tidak bermanfaat, namun lebih dimaksudkan pada kenyataan bahwa arsitektur sebagai bidang seni yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan wadah yang akan dipergunakan manusia di dalam melakukan kegiatannya. Berbeda dengan orientasi seni lukis—yang menghasilkan karya berwujud dua dimensi (dwimatra)—dan seni pahat atau seni patung yang menghasilkan karya berwujud massa tiga dimensi (trimatra), orientasi arsitektur adalah menghasilkan karya ruang dan massa tiga dimensi (trimatra) yang menekankan hakikat dan keberadaan serta efek ruang sebagai wadah yang akan dipergunakan manusia di dalam melakukan kegiatannya.

Sebagai suatu ilmu, arsitektur tidak dapat dilepaskan dari berbagai kaidah keilmuan maupun bidang ilmu lainnya. Karena merupakan ilmu perencanaan dan perancangan lingkungan binaan yang menjadi wadah bagi kegiatan manusia—yang lengkap dengan seluruh sifat manusiawinya—maka arsitektur tidak dapat dilepaskan dari kaidah berbagai ilmu yang menyangkut aspek kemanusiawian—seperti psikologi, sosiologi, antropologi, filsafat, ergonomi, dan ekonomi. Perwujudan hasil karya arsitektur merupakan penerapan kaidah berbagai ilmu yang menyangkut aspek kemanusiawian tersebut. Oleh karena itu, calon arsitek juga perlu bidang-bidang ilmu tersebut. Pada sebagian perguruan tinggi di mancanegara, arsitektur dikelompokkan ke dalam fakultas sosial atau sejenisnya.

Karena merupakan ilmu perencanaan dan perancangan lingkungan binaan yang akan dibangun dengan cara atau rekayasa ataupun teknologi tertentu dan yang harus menjamin keselamatan bagi manusia pemakainya maka arsitektur tidak dapat dilepaskan dari kaidah ilmu teknik—seperti struktur dan konstruksi, rekayasa dan teknologi pembangunan Itu sebabnya, pada sebagian perguruan tinggi, arsitektur dikelompokkan ke dalam fakultas teknik atau sejenisnya.

DUNIA KEKARYAAN ARSITEK

Bidang karya arsitektural relatif sangat luas. Arsitek dapat berperan di dalam mendukung Perencanaan Kota (Urban Planning), dapat berperan di dalam mendukung Perancangan Kota (Urban Design), dapat berperan di dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan/Kawasan, dapat berperan di dalam Perencanaan dan Perancangan Bangunan, Perancangan Interior (Ruang Dalam) Bangunan, Perancangan Taman, Perancangan Meubel, dapat berperan sebagai Pelaksana Pembangunan (Kontraktor), dapat berperan di dalam Perusahaan Perabot (Meubel), dapat berperan sebagai Surveyor dan/atau Quantity Surveyor untuk memprakirakan anggaran dan biaya pembangunan, dapat berperan sebagai Tenaga Pendidik, dapat berperan sebagai Peneliti, arsitek dapat berperan di dalam Industri Bahan Bangunan, dan dapat berperan di dalam bidang jasa konstruksi lain.
13.25 Diposting oleh Arsitenas-12 1